Sabtu, 11 Januari 2014

CERPEN : Kedua tapi yang Pertama

,
Siang itu, suasananya sedikit ramai. Entah ada kegiatan apa tapi di sekelilingku beberapa orang berkumpul dengan aktivitasnya. Suasana yang terkadang membuatku gelisah tapi terkadang membuat nyaman dan hidup dalam kehidupan. Kuperhatikan sekeliling, tua muda lelaki perempuan semua berkumpul dan keriuhan itu. Mata yang terkadang tak mampu tinggal diam menelisik setiap orang yang berlalu lalang, mulut yang terkadang tak ingin juga menjadi pasif untuk sekedar bertegur sapa. Tiba-tiba muncul satu sosok, dengan penampilan seadanya tapi mempunyai senyum yg mempunyai makna dalam karena terlalu dalamnya sayapun tak tahu apa maksudnya. "kakak, Fall Murti yah ?" tanya dia. Mendengar petanyaan itu, pikirku dalam hati. Kenapa dia bisa tahu nama Akun ku di salah satu jejaringn sosial. Kucoba mengingat, menelusuri setiap memory internal dan eksternal yang kumiliki untuk mencoba mengingat siapa gerangan wanita yang si pemilik lesung pipi dan senyum penebar tanya di dalam sukma ini. Dia berlalu begitu saja, karena hanya kubalas senyumnya tanpa kujawab apa yang dia tanyakan. Rupanya scanning memory ingatan memunculkan satu sosok nama temanku dalam dunia maya, Lisa Permata Opick. Ku susul dia yang belum terlalu jauh, kuhampiri dengan pertanyaan "Kaukah itu sipemilik akun Lira Permata Opick", tanyaku. Lagi-lagi sebuah senyum yang kudapat beriring dengan anggukan pertanda dia mengiyakan pertanyaanku.Kubiarkan dia berlalu setelah kudapat apa yang menjadi tanda tanya dalam hati. Sosok yang kemudian hadir, dengan bakat penjahat kelas kakap telah berhasil menawan dengan sekejap segala pikiran dan hati.
Sungguh kejahatan yang patut di adili dan diberikan hukuman seumur hidup untuk menjadi pendamping si korban.
Inilah awal mula, aku merasakan sesuatu yang mungkin Tuhan sendiri yang merencanakannya. Rasa yang membuatku ingin mengetahui terlalu dalam akan sosok ciptaan Tuhan. apapun namanya tapi Tuhan betul-betul jahat jika tak mempertemukanku kembali. :)

hari berlalu dengan pikiran yang sudah terkontaminasi dengan virus-virus yang di tinggalkan oleh Lira, hingga akhirnya ku tahu bahwa dia ternyata adalah adik kelasku di sekolah. lagi-lagi Tuhan membuktikan Maha kasih-Nya kepada ciptaan-Nya untuk memberikanku ruang mengenal lebih dekat Lira. Sebelum saya bertemu Lira, pernah suatu waktu saya kenal dan dekat dengan sosok wanita. tapi kedekatan itu hanya terjadi melalui media komunikasi walaupun ada ikatan "iya" tapi rasa yang muncul tak seperti yang ku alami sekarang. sampai akhirnya ikatan "iya" berubah menjadi "tidak" tanpa sekalipun pernah bertatap muka karena pada dasarnya "iya" itu bercampur dengan tingkat iseng bersama teman-teman. perubahan ikatan yang hanya terjadi beberapa hari, yang di kemudian hari ku tahu bahwa Rekila (nama wanita itu) juga tidak betul-betul serius pada waktu itu. yahhh informasi yang membuatku lega, karena rasa bersalah sempat menaungi pikiran.

Nahhh, Lira yang kemudian ku tahu adalah adik kelasku membuatku mempunyai banyak ruang dan waktu untuk berkomunikasi dengannya. sekedar berbicara tentang sekolah, dan sebagainya tanpa pernah terlupakan senyum yang selalu dia perlihatkan dan juga selalu menusuk sukma yang terdalam. Aku yang terlahir bukan sebagai pujangga, bukan juga sebagai pemain cinta, tak pernah mampu untuk memulai pembicaraan yang lebih bermakna. hanya sesak dan tanda tanya dalam dada yang sulit terucap oleh bibir.

aktivitas belajar mengajar yang sudah berjalan, tak membuat usahaku untuk lebih dekat dengannya meningkat, semuanya hanya berjalan begitu saja. Sifatku yang dari dulu apatis akan persoalan seperti ini kutakutkan malah menjadi sakit yang teramat perih. sampai akhirnya ku tahu bahwa temanku juga menaruh rasa yang tenyata sama dengan yang kurasakan pada sosok Lira. Asa sebatas asa, harapan pada akhirnya akan jadi kenangan. itulah yang terbayang dalam pikiranku. karena ku tahu Rufi (temanku yang juga menyukai Lira) adalah siswa teladan di sekolahku, mempunyai jiwa kepemimpinan tinggi, penampilan yang bagus, pintar, dan pandai bertutur kata sebagai seorang pujangga. hampir semuanya tidak ku miliki.

Mendung tiba-tiba menutupi segala isi hati akan segala asa. api semangat itu hampir padam sebelum akhirnya kembali membara karena dari dulu sudah di niatkan bahwa perasaan harus di sampaikan apapun yang terjadi. Menit berganti jam, jam berganti hari, siang berganti malam, waktu berlalu begitu cepat sampai akhirnya Nira sahabat Lira mengisayaratkan saya untuk menyatakannya sebelum terlambat. Kuberanikan diriku untuk menjadi seorang lelaki sejati menyatakan perasaan ini secara langsung. (Konon katanya menyatakan perasaan yang tulus berbeda atmosfernya dengan menyatakan perasaan yang di dasari permainan). Mungkin itulah alasan kenapa setiap kata terasa berat untuk terucap karena Perasaan tulus yang kemudian terucap.

Entah karena Lira tidak betul-betul serius atau dia berada pada poin ke 2 tadi karena sikapnya sedikit membuatku berfikir bahwa ada tawa dalam hatinya akan moment ini. yahhh apalah itu, yang penting rasa itu telah tersampaikan karena sayapun bukan seorang pengamat cinta. hahah
jawaban yang ku tunggu akhirnya tidak dia sampaikan secara langsung, tapi dia sampaikan melalui Media telekomunikasi.

Naahhh, apa jawabannya ???

Nah, ikatan 'Iya" kembali aku jalani dengan seorang wanita untuk ke-2 kalinya setelah yang pertama bersama Rekila walaupun yang pertama itu tak mempunyai rasa yang seperti saat ini. yah, Saya, perkenalkan namaku Safall Afsan (Fall Murti adalah nama akun jejaring sosialku) akhirnya bersama dengan Lira permata Opick yang mudah-mudah adalah rencana jangka panjang dari sang Ilahi. :)

Kulewati hari dengan Lira dengan suasana yang biasa-biasa saja di banding dengan kebanyakan temanku yang kulihat menjalin ikatan IYA juga.Tapi itulah, setiap waktu adalah kenangan baik itu kenangan senang, sedih, susah, dsb. Hingga akhirnya suatu hari kulewati kebersamaan yang begitu indah bersama Lira (NB=bukan hal yang negatif) tapi juga menjadi hari terkahir dari Ikatan IYA tersebut. Ikatan yang kemudian berubah menjadi ikatan TIDAK karena alasan yang pada waktu itu hanya bisa saya terima dengan hati yang ikhlas dan membuatku menjadi lelaki melankolis waktu itu. "sekarang saya berada di persimpangan jalan, mungkin tuhan menyuruhku untuk berpisah di persimpangan ini sebelum akhirnya bersama kembali di ujung persimpangan ini". pikirku dalam hati.
Kuikhlaskan ikatan TIDAK itu, walapun peluh tersimpan di dada. Dan rasa itu terasa nyata masih tersimpan kuat. Hanya maaf yang di berikan dan ku jawab pula sebaliknya.

hari-hari di sekolah kulalui dan berlalu dengan rasa yang tak ingin hilang walaupun ikatan IYA sudah hilang. sampai akhirnya suatu hari Ku tahu bahwa Lira menjalin ikatan IYA dengan temanku Rufi, lelaki yang menaruh rasa yang sama kepada Lira. Seperti Meteor yang jatuh menghempas bumi, seirama dengan apa yang kurasakan seketika. ikatan TIDAK yang kuterima dengan ikhlas ternodai dengan apa yang ku ketahui saat ini tentang mereka. Apakah Wanita ini dengan segala bentuk kejahatan selain yang ku pikirkan pertama bertemu dengannya Sungguh kejahatan yang patut di adili dan diberikan hukuman seumur hidup untuk menjadi pendamping si korban. Tapi kejahatannya kali ini telah berani bermain dengan perasaan dan hati beberapa korban. Sungguh Naif kah dia atau sudah sewajarnya dengan senyum manisnya untuk di cintai oleh banyak lelaki dan menjali ikatan IYA dengan beberapa dari mereka. Sungguh sesuatu yang penuh tanya besar dalam peluh sesak dalam dada.

Tapi lelaki adalah lelaki, kudatangi mereka berdua dengan langkah kaki yang berat, ayunan tangan yang lunglai untuk berbicara dan meberikan selamat walapun kata itu keluar teriring perih menebar luka dalam senyuman. "Jaga dia baik-baik". Tanyaku pada Rufi. "Kau telah mengambil salah satu permataku", gumamku dalam hati.

Kulewati hari-hari disekolah, sebisa mungkin kuhindari pertemuanku di saat mereka sedang bersama. Karena rasa itu tak hilang dalam dada. Masih menyimpan ruang untuk Jiwa yang tetap  menjaga dirinya selama masa pengembaraannya. Hingga beberapa bulan kemudian ku tahu bahwa ikatan IYA mereka berubah menjadi ikatan TIDAK. Ruang di hati masih selalu setia memberi tempat sepulangnya dari pengembaraan.

Tapi Tuhan berkata lain, ternyata ujung jalan dari persimpangan itu belum juga terlihat. Lira Lagi-lagi menjalin Ikatan IYA dengan temanku. Namanya Wawan. Walaupun seiring berjalan waktu ku tahu sikapnya tidak wajar jika seperti itu karena malah membuat lelaki mempunyai rasa yang tulus tapi wataknya hanya menjadikan itu hanya permainan. di luar dari itu semua saya hanya berharap dia menjaga dirinya selama masa pengembaraannya menuju sosok yang sejati antara dia dan siapapun itu.
dan lagi-lagi ikatan IYA dengan wawan itu berubah menjadi TIDAK hanya dalam bererapa bulan. Kemudian ku tahu dia akan pindah sekolah. Dia ingin mengajakku bertemu dan berbicara sebelum dia pindah, ku sanggupi. Pada waktu itu saya menjalin kembali ikatan IYA dengan Rekila, entah ada angin apa Tuhan mengirimkannya lagi untukku, penawar luka atau pencipta keindahan dalam kenangan. Tapi apapun itu, ikatan IYA dengan Rekila tak juga mampu mengelakkan Keagungan Rasaku yang tak Hilang kepada Lira yang mungkin tak seorang pun bisa menyadari rasa itu bahkan Lira Seorang.


lagi-lagi perkataan maaf itu keluar dan kujawab dengan perkataan yang sama. Karena tidak ada manusia yang tak luput dari kesalahan kecuali manusia itu belum beradab atau manusia yang belum menemui sosok kesempurnaan dalam pengembaraannyaa sehingga mengulangi kesalahan yang sama  atau mungkin berarti kebenaran dalam pemikirannya. Itulah pertemuan terakhirku bersama Lira. Apapun yang terjadi di masa depan, hanya tuhan yang tahu. Semoga Tuhan selalu menjaga Permataku yang hilang karena Kicauanku pertama bertemu Lira sesekali muncul kembali bahwa  Sungguh kejahatan yang patut di adili dan diberikan hukuman seumur hidup untuk menjadi pendamping hidupku. Semoga menjadi rencana jangka panjang Tuhan ke depan, karena sampai saat ini ujung persimpangan jalan tempat kami berpisah belum terlihat.



                                                                                             ..........................................

0 komentar to “CERPEN : Kedua tapi yang Pertama ”

Posting Komentar