Minggu, 08 Maret 2015

Cerpen : Rasa Yang Terlarang

,

Malam itu seperti biasanya, saya dan teman-temanku menikmati malam yang sunyi dengan penuh cerita canda dan tawa. Yaah beginilah nasib pemuda-pemuda di tanah rantau dengan penuh mimpi yang kuat di dalam dada.
Malam itu juga saya akan meninggalkan kota ini sebut saja Kota Massara untuk melaksanakan sebuah kegiatan d luar daerah, yah walaupun banyak orang yg mengatakan sangat rawan mengendarai kendaran bermotor ke daerah tersebut di malam hari tapi saya dan teman-temanku tetap akan berangkat malam ini juga. Udara dingin yg menusuk sampai ke tulang, angin yg cukup kencang, dan langit mendung yang masih setia menunggu tak menghalangi niat kami untuk berangkat malam itu.
Kringg...kringg..kringgg.. Telepon genggam ku berbunyi, segera saya mencari dimana HP tersebut tersimpan. Kebiasaan buruk yang masih ada sampai, menyimpan hp di sembarang tempat. Bunyi dering ke 4 kalinya, akhirnya hp tersebut kutemukan. Kuangkat telepon trsebut.
Ternyata dia sahabatku. Sebut saja namanya jamil.
"Kau dimana sekarang saudara?" Tanya jamil melalui telpon dengan nada suara yang sedikit tergesa-gesa. "Saya di rumah, kenapa ?" Jawabku dengan suara yang sedikit penasaran kenapa gerangan dengan saudaraku yg satu ini.
"Saya mau minta tolong" lanjut jamil dengan nada yang sedikit lebih tegas. Langsung kujawab "apa itu saudara ? Selama saya masih sanggup, pasti akan kubantu".
Ulfa (pacar jamil) butuh bantuan. Butuh orang untuk temani dia dan teman-temannya berjaga-jaga di rumahnya, dan saya tidak bisa karena berada d luar kota". Lanjut jamil dengan nada suara yang sangat cemas. "Kenapa dengan ulfa?" Tanyaku dengan rasa penasaran dan kecemasan, dalam hati berfikir apa yg trjadi d rumah ulfa, pacar dari sahabatku.

"Dia diteror oleh orang tak dikenal melalui telpon, itu membuat dia dan teman-temannya merasa cemas dan ketakutan. Jadi butuh lelaki untuk menemani dia disana". jelas jamil menegaskan.
Dengan perasaan kaget dan cemas saya berbicara melalui telepon, "saya sekarang sudah mau berangkat ke daerah saudara, teman-teman yang lain sudah siap. Seandainya saya belum janji, saya pasti langsung kesana. Apalagi ini adalah pacar sahabatku". Sblm jamil bicara langsung saya bicara lagi, bagaimana kalau saya panggil teman-teman yang lain yang masih disini untuk menemani ulfa berjaga di rumahnya". Tanyaku menegaskan dan juga diselimuti perasaan cemas.
"Tidak usah saudara, nanti ku hubungi teman yang lain karena harus lelaki yang saya percaya kesana untuk temani berjaga. Kau hati-hati di jalan, apalagi ini sudah larut malam." Jelas jamil dengan nada yang sedikit pelan sembari mengucapkan salam dan menutup teleponnya.
Akhirnya aku berangkat menuju daerah, sebut saja nama daerah Bungka. Sebuah daerah yg sangat, dianugerahi oleh tuhan dg keindahan alam yg indah. Pesisir pantai dg bulir-bulir pasir berwarna putih menjadi ciri khas dr daerah trsebut, sebuah mahakarya kapal laut yg sudah melegenda sampai d luar negeri adalah buah tangan dr orang di daerah bangka tersebut.
Di perjalanan ke daerah bangka, rasa gundah dan rasa tak enak kepada jamil brkecamuk dalam dada. Permintaan sahabatku malam ini tak bisa kupenuhi. Ku hubungi ulfa, untuk menanyakan kabarnya dan apa gerangan yg trjadi.
"halo, bagaimana kabarmu ulfa ? Apa yang terjadi disitu ? Saya ditelpon jamil untuk ke rumahmu, tapi saya tak bisa karena diperjalanan keluar daerah."Tanyaku dengan suara yang cukup cemas.
"Begini kak, ada orang yang melakukan teror melalui sms ke nomornya anti". Jawab ulfa dengan nada yang sedikit ketakutan.
Mendengar nama itu, ada sedikit perasaan yang aneh berkecamuk. Nama itu tidak asing dipendengaran saya, ada sesuatu yang membuat nama itu membuat hati terasa gundah. Yah dialah sosok perempuan yang sudah hampir 2 tahun ini saya kagumi. Tadinya saya berfikir, ulfa yang diteror ternyata anti. Tapi dia sedang bersama ketika teror itu datang. Perasaan tak enak kepada jamil karena tak bisa membantunya menjaga ulfa kini bercampur aduk dengan rasa gelisah karena ternyata perempuan yang sdah lama saya kagumi adalah yang menjadi korban teror.
"Seandainya saya tdak keluar daerah, saya bisa membantu jamil menjaga ulfa dan juga mnjaga anti. moment itu bisa mmbantu saya lebih dekat dengan perempuan yang sudah lama saya kagumi, walaupun saya tidak pernah berharap mereka mendapat teror sprti itu". Gumamku dalam hati
"Jadi bagaimana keadaan kalian sekarang disitu, apakah sudah ada yang menemani. Kirimkan saya nomor yang melakukan teror tersebut dan isi smsnya". Tanyaku kepada ulfa
"Sudah ada kak yg menemani. Smsnya sudah di hapus oleh anti karena perasaan takut setelah membacanya". sambung anti dengan nada suara yang masih terdengar ketakutan.
Karena raga tak mampu berada disana untuk membantunya, kusampaikan pada ulfa untuk menenangkan diri mereka di rumah saja. "Ambil air wudhu untuk menenangkan perasaan, menonton film lucu untuk mengalihkan rasa takut. Karena saya hanya dapat mengirimkan doa, tak bisa berada disana. Seandainya nomornya belum dihapus, msih ada peluang untuk melacak nomor tersebut." Saranku kepada ulfa dg nada yang cukup pelan
"Iya kak, terima kasih". Jawab ulfa dg dengan suara yg cukup tenang. "Insha allah tuhan selalu bersama dan menjaga  kalian, salam untuk semua yang ada disitu". Ucapku sebelum kututup teleponnya.

Setelah saya menelpon ulfa sambil mengendarai motor di tengah dinginnya angin malam yang rasanya sampai ke tulang apalagi hanya dengan jaket yang tipis cukup membuat badan merasakan angin yang berhembus menemani dinginnya malam. Di tengah perjalanan pun masih terpikir dalam benakku, bagaimana keadaan mereka sekarang, bagaimana keadaan ulfa, bagaimana keadaan anti perempuan sudah lama saya kagumi secara diam-diam.
Tapi tiba-tiba saya tersadar, bahwa perempuan yang saya kagumi ini adalah perempuan yang sudah memiliki pasangan. Alangkah beratnya hati untuk mengelola perasaan tersebut, diperhadapkan dg suatu kenyataan antara perasaan kagum yang tersimpan sejak lama dan melihat dia bersama yang lain. Haruskah perasaan itu dikubur karena tak sewajarnya menaruh hati kepada dia yang sudah bertuan, tapi bukankah semua rasa adalah karunia tuhan yang dititipkan kepada setiap manusia. Ataukah logika harus menjadi benteng terhadap perasaan seperti itu untuk menjelaskan kalau rasa ini terlarang.
Tuhan betul-betul misterius, membagi rasa tanpa memberi batasan. Tapi bukankah tuhan tak pernah menguji umatnya diluar batas kemampuannya. Yah berarti tuhan sudah tahu bahwa rasa itu bisa saya terima dan pertanggungjawabkan.
Entah apa yang akan terjadi esok, karena hari esok selalu jadi misteri dan rahasia ilahi. Diluar jangkauan raga, kita hanya bisa berharap yang terbaik dan kebaikan selalu menyertai orang-orang yang kita kasihi.

0 komentar to “Cerpen : Rasa Yang Terlarang”

Posting Komentar