Oleh : Wamil Nur
“Jangan Anda Percaya Pada Pendidikan Karena Seorang Guru
Yang Baik Mungkin Akan Menghasilkan Seorang Bandit Apalagi Sudah Gurunya Yang
Bandit”
(Pramoedya Ananta Toer)
Pada akhir abad ke 19 Tepatnya pada tahun 1899, seorang
Pengacara dan mantan Pejabat Peradilan kolonial menulis sebuah usulan yaitu
Utang Budi atas dasar inilah pada tahun 1901 ditetapkan kebijakan Politik Etis
melalui pidato Ratu Wilhelmina. Dalam kebijakan politik etis ada tiga poin
penting yang menjadi sasaran yaitu Pendidikan, Imigrasi, Transmigrasi.
Membicarakan masalah politik etis hal yang sangat pengaruh terhadap gejolak
sosial di Hindia belanda (Indonesia) termasuk pada tatanan akan adanya
perubahan strata sosial yaitu pendidikan. Dari pendidikan inilah kemudian
muncul pertarungan baru antara Priyayi Kraton Dan Priyayi Profesional (konteks
jawa). Tetapi ketika kita melihat pada tatanan yang lebih luas maka akan
disimpulkan bahwa siapa pun yang memenangkan pertarungan kedua kasta tersebut
tetap akan menjadi kaki tangan atau tetap menjadi budak belanda. Ketika kita
melihat secara objektif maka akan disimpulkan bahwa hasil-hasil dari pendidikan
hanya digunakan sebagai pegawai administrasi belanda bukan menjadikan mereka
menjadi intelektual kritis yang bisa menbawa perubahan walaupun pada akhirnya
tetap merupakan sebuah penyebab terjadinya perubahan yang sangat besar dalam
sejarah indonesia.
Dunia pendidikan pada awal abad ke 20 banyak memunculkan
organisasi-organisasi lokal seperti halnya Boedi Oetomo, jong java, jong
sumatra, jong islamed bond, serikat islam, Muhammadiyah Dll. Untuk melihat apa
yang salah dari pendidikan kita hari ini sedikit kita harus melihat bagaimana
pendidikan itu lahir dan tujuan dia dilahirkan untuk apa?? Ketika menbahas
masalah pendidikan kita harus kembali mengingat seorang John Comenius
(1592-1670) seorang uskup moravien brethen yang menulis cetakan berilustrasi pertama
kalinya yang digunakan 250 tahun yaitu karyanya yang berjudul Didagtica Magma
(seni Pengajaran yang agung). Dalam Didagtica magma ada 2 prinsip yang sangat
penting yaitu :
Education for everyone (pendidikan untuk semua).
Long Life Education (Pendidikan harus berlanjut sepanjang
masa.
Sedikit akan menyinggung poin pertama dalam prinsip
didagtica magma yaitu pendidikan untuk semua akan memunculkan banyak pertanyaan
tetapi pertanyaan yang lebih inti yaitu apakah hari ini pendidikan masih
diperuntukkan untuk semua kalangan?? Jawabannya mungkin akan lebih banyak tidak
tetapi mungkin bagi para pemilik Status quo akan mengatakan iya.! Tetapi kita
tidak harus berdebat dimasalah tersebut dan kita harus segera melihat sebuah
realitas. Dalam fakta sejarah dari sebelum adanya kebijakan politk etis masalah
pendidikan sebenar sudah ada tetapi hanya diperuntukan bagi kalangan bangsawan
dan keluarga-keluarga kerajaan, seiring dengan berjalannya waktu pendidikan
sedikit bergeser dari milik para penguasa berubah menjadi milik orang yang
memiliki finansial yang lebih banyak. Jadi dalam fakta sejarah pendidikan
memang tidak pernah diperuntukkan untuk semua kalangan. Dalam masa kontemporer
ini kita melihat sebuah realitas yang cukup mengelitik hati yaitu sebuah
fenomena dimana hampir 60% siswa SMA/SMK tidak bisa melanjutkan pendidikan
mereka keperguruan tinggi dan mereka memiliki alasan yang sama yaitu Biaya
pendidikan yang terlalu tinggi. Sebuah ironi dinegeri yang kaya akan sumber
daya alam yang hanya untuk membiayai masalah pendidikan itu tidak mampu.
Kemudian menurut comenius pendidikan bagi anak-anak
bukanlah dengan mencekokinya dengan kata-kata, kalimat, ide-ide dalam kepala
yang diulurkan tetapi pendidik harus mampu membuka pemahaman mereka dengan
terhadap dunia luas sehingga aliran kehidupan bisa mengalir dalam pikiran
mereka. Pernyataan ini bisa kita gunakan untuk menganalisis sistem pendidikan
yang kita yang terikat akan kurikulum. Kita melihat dalam sistem ini terdapat
proses ideologisasi dan proses pemaksaan
akan sesuatu yang sebenarnya tidak dibutuhkan oleh siswa maupun mahasiswa.
Seakan-akan apa yang telah ditentukan oleh kurikulum itulah yang harus
dilakukan, pada hal kita hanya membuang-buang waktu saja karena menurut hemat
saya kurikulum disusun agar semangat kritis kita sebagai seorang siswa,
mahasiswa dihilangkan makanya kita akan disibukkan dengan berbagai tugas yang
setelah dikumpul akan dibuang..!! seharusnya kurikulum itu disesuaikan dengan
kebutuhan oleh para mahasiswa sehingga kita akan lebih bebas berfikir dan
berkreasi. Dalam konteks indonesia kita mengenal berbagai macam kultur yang
berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya sehingga setiap tempat perlu
menentukan apa yang harus dipelajari.
Pendidik merupakan salah satu indikator penilian
bagaimana proses pendidikan kita berhasil tetapi yang terjadi sekarang bukannya
para pendidik mengajar pada disiplin ilmunya masing-masing tetapi Cuma mengejar
jam mengajar yang akan menentukan penghasilan mereka berikutnya. Hampir semua
dalam pendidikan orientasi kita dibentuk bagaimana menjadi orang yang
berpenghasilan banyak atau disulap menjadi seseorang yang materialistik bukan
dijadikan orang intelektual yang peka akan keadaan sekelilingnya dan memiliki
orientasi akan melakukan perubahan dalam negeri ini atau dengan bahasa lain
nalar kritis mereka memang sengaja di matikan.
Sesustu yang kita harus ketahui bahwa Pendidikan adalah
sarana ideologisasi rakyat adalah suatu hal yang lumrah. Pendidikan adalah
persemaian ideologi dan pemikiran, suatu landasan yang digunakan untuk
membangun bangsa. Jika pendidikan kehilangan ideologinya maka yang terjadi
dalam masyarakat adalah disorientasi dalam membangun masyarakat, bangsa akan
kehilangan jati dirinya sedangkan para pemimpin pun hanya merasakan Pragmatisme
dan Oportunismme.
Pendidikan dan modernisme merupakan sebuah capaian
sejarah bangsa ini pada masa itu. Kapitalisme pada masa itu sebagai pada fase
sejarah masyarakat telah merombak tatanan sosial dan pergaulan antarmanusia.
Kolonialisme akhirnya juga menciptakan syaraut-sayart material dinegeri jajahan
nusantara yang feodal dan masiih tradisional dengan salah satu cirinya berfikir
tak ilmiah dirubah menjadi suatu kondisi yang pada akhirnya ilmu pengetahuan
dapat diterima. EDUKASI !! itulah salah satu “takdir historis” bukan balas budi sebagaimana politik etis yang
harus dilakukan agar bagaimana modernisasi kapitalisme dapat diselenggarakan.
Seorang filosof Kahlil Gibran mengatakan bahwa dunia
adalah taman firdaus dengan hati dan pikiran sebagai gerbangnya. Dalam konteks
ini, cinta merupakan kekuatan aktif yang melibatkan ilmu pengetahuan dan
perasaan. Tanpa pengetahuan, orang hanya akan menjadi tunduk pada kebodohan,
cinta buta yang tidak menjadi semangat
untuk melihat relasi antar manusia secara obyektif tetapi hanya berlandaskan
subyektifitas yang kecenderungan adalah memaksa kehendak.
Semoga kita sadar dengan apa yang terjadi pada negeri ini
kita harus selalu mengingat pesan seorang Pramooedya Ananta Toer bahwa “Melawan
pada yang berilmu dan berpengetahuan adalah menyerahkan diri pada maut dan
kehinaan” ..!!!!!!!
oleh : Wamil Nur Mengejar Mimpi , Mahasiswa Jurusan Ilmu
Politik UIN Alauddin