Kamis, 29 Januari 2015

Pergolakan ACO (Akademik, Cinta, dan Organisasi)

,
Pendidikan adalah suatu cara untuk memanusiakan manusia, itulah yang menjadi konsep besar dari pemikiran seorang Paulo Freire. Bukan hanya pendidikan dijadikan alat untuk menciptakan robot-robot baru yang kemudian dipersiapkan menjadi tenaga kerja. Dalam tulisan ini, saya tidak akan menulis tentang pandangan ideal saya ataupun mengurai beberapa perdebatan akan pandangan mengenai pendidikan itu sendiri. Ada sebuah adekdot yang saya sering saya dengar dalam dunia pendidikan khususnya pendidikan tinggi, ketika saya menjalani status sebagai mahasiswa tentang dunia kampus, yaitu ACO (Akademik Cinta Organisasi) atau biasa juga disebut dengan Buku, Pesta, dan Cinta.
Akademik (Buku) adalah suatu jalan yang telah ditentukan oleh yang sebut saja (empu) kampus untuk kita bisa keluar dari kampus tersebut secara baik-baik menurut aturan yang berlaku dijalan itu. Akademik itu sendiri dikatakan oleh si Empu bahwa dengan menjalaninya dengan baik-baik dan tekun maka kita akan keluar dengan baik-baik juga yang akhirnya akan membawa kita menjadi orang yang siap pakai dan berguna. Dalam akademik itulah kita akan dipertemukan dengan berbagai macam hal yang terkadang menurut si mahasiswa, adalah hal yang membosankan yang oleh si Empu juga menyajikannya dengan sesuatu yang kurang menarik. Karena dalam akademik itulah, kita disajikan dengan sesuatu yang disebut materi perkuliahan, buku-buku yang sesuai jalur kita di kampus tersebut, tugas-tugas setelah menerima materi, dan banyak hal yang sebenarnya positif tapi tersaji dengan hal yang kadang membosankan. Tapi kali ini tak usahlah kita memperdebatkan siapa yang salah, Si empu, mahasiswa, atau sistem.
Cinta adalah sesuatu hal yang sangat abstrak tapi ada juga yang mengatakan itu nyata tergantung bagaimana cara pandangnya atau tergantung sejauh mana kita memandang atau sejauh mana kita mempelajari filsafat cinta, atau sejauh mana tingkat ketauhidan kita. Tapi dalam dunia kampus ini, cinta yang dimaksud ini terlalu sempit penjabarannya karena terkadang hanya dikonotasikan sebatas cinta dengan lawan jenis. Setidaknya itulah yang saya amati dari adekdot ACO tersebut didunia kampus. Cinta bagaikan menjadi salah satu bagian penting yang harus hadir dalam menghiasi perjalanan seseorang dalam mengarungi dunia kampus selain akademik yang memang sudah menjadi aturan dari Si Empu selama kita berada di kampus. Cinta menjadi salah satu penyanggah dari 3 pilar untuk keluar dari dunia kampus. Setidaknya itulah yang menjadi cerita dan menjadi kebenaran setelah melalui pembenaran secara mayoritas. Tapi kali ini, tak usahlah kita memperdebatkan kebenaran cerita tersebut, tapi cobalah sama-sama memperhatikan lingkungan sekitar kita dengan cerita tersebut.
Organisasi adalah salah satu dari tiga pilar yang menjadi penyangga kehidupan kemahasiswaan dalam mengarungi aktifitas di dunia kampus. Organisasi dengan berbagai kemasannya di dunia kampus, menghadirkan berbagai hal yang tentunya menjadi wadah bagi seorang mahasiswa untuk mengeksplor segala kemampuannya, belajar, berjuang, menebar manfaat, ataupun yang sekedar mengisi waktu luang dan berbagai hal lainnya. Tapi organisasi ini kadang mendapat tentangan dari Si Empu karena gerak organisasi yang dipandang menjadi hambatan dalam menjalani proses akademik yang telah ditentukan oleh si empu. Oleh karena itu tak semua mahasiswa merasakan yang namanya proses berorganisasi di dunia kampus karena si empu tak memasukkan itu sebagai kewajiban untuk keluar secara baik-baik dari kampus menurut aturan Si empu. Ada yang melarang, ada yang menyarankan tapi sekedar mengisi waktu luang tapi tidak mengganggu akademik. Tapi kali ini, tak usahlah kita memperdebatkan. Siapa yang benar memandang organisasi, apakah si empu atau si mahasiswa.
Di atas sudah dipaparkan secara ringkas mengenai apa itu akademik, cinta, dan organisasi. Lantas apa hubungan dari ketiganya yang juga kaitannya dalam mengisi dunia kemahasiswaan di kampus. Kita tahu bersama bahwa, akademik menjadi syarat mutlak untuk kita keluar secara baik-baik dari kampus, walaupun diberbagai diskusi kita masih sering memperdebatkan bahwa orientasi akademik dalam dunia kampus tidak menunjukkan tujuan pendidikan yang diharapkan oleh Paulo Freire, Tan Malaka, dan tokoh-tokoh lainnya yang mempunyai banyak tulisan tentang Pendidikan. Dalam dunia kampus Akademik telah dijadikan oleh si empu sebagai tolak ukur menilai kualitas dari seorang mahasiswa. Tapi itulah menurut si empu, masih banyak mahasiswa yang berpandangan lain tentang hal tersebut. bahwa akademik yang dibatasi oleh ruang-ruang perkuliahan dan tugas-tugas kuliah yang membuat seseorang lupa dengan hubungan sosialnya tidaklah menjadi faktor penentu menilai kualitas seseorang apalagi kita dikaitkan tentang pendidikan yang selalu diharapkan oleh Tan Malaka.
Organisasi menjadi salah satu hal penting yang harus mengisi waktu seseorang ketika menyandang status mahasiswa dan organisasi telah menjadi pilar (penyangga) mencapai tujuan pendidikan yang mengalami disorientasi dalam ranah akademik, karena ketika kita disibukkan dengan buku pelajaran dalam akademik, organisasi akan hadir menjadi solusi yang bisa menyadarkan kita bahwa orientasi akademik yang tanpa disadari mengarahkan kita pada perilaku individual dapat dibendung melalui aktivitas kita dalam organisasi. Segala hal yang membuat kreativitas dan cara berfikir kita dalam akademik terbatas dapat tercerahkan dan tersalurkan melalui organisasi, karena organisasi  harus mampu menjadi jawaban akan segala keresahan yang terjadi didunia kampus.
Sedangkan cinta dalam kaitannya terhadap akademik dan organisasi di dunia kampus, memang terkadang di anggap tabuh apalagi jika tak mampu memaknai cinta tersebut. karena layaknya organisasi, cinta pun kadang hanya ditafsirkan sebagai pengisi waktu luang untuk mengisi kekosongan dan kepenatan dalam menjalani akademik ataupun sekedar alasan-alasan untuk menguatkan simbol seseorang yang ingin dikasihi dan mengasihi. Banyak yang beranggapan bahwa kisah cinta dalam dunia mahasiswa adalah fase dimana dia berada pada masa mencoba mengenal lbh lanjut sebuah makna dari kata cinta, masa memahami makna dari kata cinta itu sendiri, atau masa dimana kita semakin lihai mempermainkan makna dari kata cinta itu. Oleh karena itu ketika kita dapat menggiring pemahaman bahwa cinta adalah sebuah kekuatan, maka pertentangan akademik dan organisasi yang terkadang seperti ayam dan telur dapat menjadikan cinta sebagai penyeimbang bahwa akademik dan organisasi adalah 2 hal yang dibutuhkan untuk menghasilkan mahakarya terlepas dari berbagai macam pandangan tentang kekurangan akademik dan organisasi. Bahwa Cinta yang terbangun dengan paradigma untuk menebar manfaat dan berjuang, akan menghasilkan karya yang luar biasa melalui proses akademik dan organisasi.
Akhir kata semoga kita mengisi aktivitas di kampus selama menjadi mahasiswa dengan aktivitas yang bermanfaat dan berkontribusi untuk sekitar yang akhirnya menghasilkan karya untuk generasi-generasi selanjutnya. bahwa akademik, cinta, dan organisasi adalah tiga pilar penting dalam memaknai kehidupan kampus jika kita dapat memaknainya dengan positif dan menjalaninya dengan positif. Karena saya tetap yakin, bahwa proses tidak akan terkhianati oleh hasil.

0 komentar to “Pergolakan ACO (Akademik, Cinta, dan Organisasi)”

Posting Komentar