Sabtu, 22 Februari 2014

SBY Ke Sulawesi Selatan, Presiden tapi bukan Presiden

,
Oleh : AAzharM

Beberapa hari ini Rakyat Sulsel kedatangan tamu istimewa, bukan hanya Makassar yang biasanya menjadi tempat datangnya tamu istimewa. Tidak tanggung-tanggung beberapa Kabupaten di Sulawesi Selatan kedatangan tamu istimewa tersebut. Siapakah dia ?
Yah orang nomor 1 di republik ini atau lebih tepatnya orang yang dianggap nomor 1 karena Jabatan Strukturalnya Di Republik Indonesia. Bapak Presiden yang terhormat Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono. Kunjungan SBY ke Sulsel menjadi kunjungan ke tujuh (7) selama SBY menjabat sebagai presiden sejak tahun 2004.  Inilah perjalanan darat presiden terjauh, 800 km di 12 daerah, mulai Maros, Pangkep, Barru, Parepare, Sidrap, Enrekang, Toraja, Toraja Utara, Palopo, Luwu, Wajo dan terakhir Makassar
Berbagai jenis sambutan pun didapatkan oleh Bapak SBY, mulai dari karangan bunga, karpet merah, tarian tradisional sampai demonstrasi dari kalangan mahasiswa yang menolak kedatangannya
Pemerintah provinsi Sulawesi Selatan pun sampai menganggarkan dana milyaran untuk kedatangan SBY. "Anggaran Rp15 miliar yang disebut untuk penyambutan presiden merupakan dana tidak terduga untuk kejadian luar biasa seperti bencana dan kejadian lainnya," kata Syahrul saat menggelar konferensi pers, Senin (17/2). Dana yang cukup fantastis jikalau hanya dihabiskan untuk menyambut kedatangan SBY, terutama jika kita ingin kembali melihat kondisi masyarakat sampai ke lapisan terbawah.
Menarik untuk mengkaji lebih jauh apa saja yang menjadi agenda kedatangan SBY selain yang tersurat dalam catatan keprotokolerannya ke tanah Daeng di akhir-akhir masa jabatannya, apakah ini sudah beliau rencanakan di awal masa kepemimpinannya atau apakah dia datang murni sebagai kepala Negara atau dia datang karena ada agenda politik terselubung guna menghadapi tahun politik di Republik Ini ? Asumsi awal ini muncul karena sulitnya membedakan simbol politik SBY sebagai Presiden Republik Indonesia atau sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Terlihat jelas dari maraknya pengunaan simbol-simbol politik Partai Demokrat di jalan jalan protokol di daerah-daerah yang akan dikunjunginya, ketimbang sosok SBY sebagai simbol Kepala Negara sang pemersatu dan keutuhan bangsa Indonesia.
Kepala Negara sekaligus Ketua Parpol
Kepala Negara adalah simbol pemersatu bangsa, milik seluruh rakyat.  Semua ras, agama, dan golongan tanpa membedakannya satu sama lain. Itulah sedikit tugas mulia yang dimiliki oleh seorang Kepala Negara (Presiden) dan seyogianya kita aminkan bersama.
Tapi apalah arti jikalau seorang Presiden di saat sama juga menduduki jabatan sebagai Ketua Partai Politik. Meskipun untuk menduduki tampuk kursi kepresidenan harus mempunyai kendaraan politik yang bernama Partai Politik akan tetapi menurut hemat saya bahwa ketika seseorang sudah berhasil duduk sebagai seorang presiden maka segala atribut kepartaiannya harus dia tanggalkan untuk fokus mengurus Negara secara keseluruhan dengan berbagai permasalahannya yang begitu kompleks. Bukan berarti seperti ungkapan kacang lupa kulitnya, setelah duduk menjadi presiden lalu meninggalkan partainya. Akan tetapi Presiden adalah milik seluruh rakyat Indonesia yang memiliki power lebih dalam mempengaruhi masayarakat, jikalau atribut partai masih melekat padanya bukan tidak mungkin di sela-sela kunjungan kenegaraan dapat dimanfaatkan untuk mengangkat popularitas partainya yang seyogianya seorang presiden tidak boleh memihak salah satu kelompok.
Mungkin hal ini disadari oleh presiden kita, dengan tampilan yang sangat tenang ketika tampil di publik tapi menutup telinga dengan semua kritikan. Masuk telinga kiri keluar telinga kanan. Jikalau kekuasaan tidak menjadi primadona dalam bahteranya, kenapa dia mesti kembali menjadi ketua umum Partai Politik ? Sungguh lakon yang selalu menggelitik dari para actor-aktor pemerintahan masa kini yang selalu menghadirkan tontonan akan jiwa-jiwa yang haus akan kekuasaan.
Elektabilitas Partai Demokrat yang kian merosot
Jikalau kalender China mengatakan tahun ini adalah tahun Kuda, Kalender masehi menyebut tahun ini tahun 2014, maka kalender Indonesia menyebut tahun ini adalah tahun politik. Yah tahun ini ada agenda besar dalam pesta demokrasi di Indonesia, Pemilihan umum legislative dan pemilihan Presiden. 12 partai politik peserta pemilu 2014, sudah melancarkan strateginya untuk merebut simpati masyarakat. Tak sedikit pula partai politik yang justru semakin mendapat antipati dari masyarakat selaku konstituen. Salah satu tentunya adalah partai pemenang pemilu 2009 sekaligus partai pengusung SBY di Pemilihan Presiden 2009 yang elektabilitasnya kian merosot menjelang pemilu 2014. Penyebab utama tentunya adalah sejumlah elit/tokoh partai bergambar segitiga ini terjerat kasus korupsi yang membuat kepercayaan masayarakat kian memudar.
Sejumlah strategi pun dilakukan oleh partai demokrat untuk merebut kembali simpati masyarakat, mulai dari melakukan konvensi calon presiden dan yang paling menggemparkan adalah seorang presiden harus turun gunung untuk kembali mengambil posisi ketua umum Partai demokrat dengan harapan penokohannya yang sangat kuat di masa lalu dapat kembali mendongkrak elektabilitas Partai demokrat menghadapi pemilu 2014. Itupun kemudian belum cukup untuk mengangkat kembali elektabilitas partai demokrat berdasarkan hasil dari beberapa lembaga survey, meskipun lembaga survey juga sarat akan kepentingan bahkan strategi politik serta hasil pemilu baru diketahui setelah pelaksanaan pemilu tapi setidaknya lembaga survey sudah menjadi alat mujarab dalam pesta demokrasi untuk mengukur kekuatan sebelum bertarung .
Agenda Partai Demokrat di balik agenda Kepresidenan
Secara kontekstual, kunjungan seorang presiden ke daerah adalah hal yang wajar dan juga hak dari seorang kepala Negara untuk melihat dari dekat apa saja yang ada dalam wilayah negaranya. Tapi jika dalam perjalanannya simbol SBY sebagai ketua umum partai demokrat lebih besar ketimbang simbolnya sebagai seorang presiden, itu patut dipertanyakan lebih dalam.
SBY yang sedari awal sangat lekat dengan politik pencitraannya dalam panggung perpolitikan Indonesia, tentu tahu benar bagaimana memanfaatkan posisi dalam memainkan alur perpolitikan nasional. Kunjungannya Ke Sulawesi selatan yang di beri label kunjungan kenegaraan akan tetapi sarat akan kepentingan politik guna mendongkrak popularitas dan elektabilitas partai demokrat. Bukanlah sebuah asumsi-asumsi liar, bahwa Sulawesi Selatan adalah corong perpolitikan nasional di luar pulau jawa, dan merupakan gerbang bagi partai politik untuk menanamkan pengaruhnya di Kawasan Indonesia Timur. Sehingga tidak mengherankan banyak petinggi dari Partai Politik rajin mengunjungi Sulawesi Selatan, termasuk SBY selaku ketua umum partai demokrat guna memperkuat hegemoni partainya di kawasan timur Indonesia.
Sejumlah elit, kader, serta calon legislator dari partai Demokrat Sulawesi selatan kemudian mempersiapkan dengan matang agenda kedatangan SBY untuk agenda temu kader Partai Demokrat dari seluruh Sulawesi serta Maluku yang di pusatkan di Makassar. Tentunya temu kader ini merupakan agenda konsolidasi partai dan pengarahan dari ketua umum untuk memenangkan pemilu 2014.
Memang sampai saat ini tidak ada UU yang melarang seorang presiden menduduki jabatan dalam partai politik, akan tetapi dan lagi-lagi menurut hemat saya bahwa tidak etis kiranya seorang pemimpin Negara dengan berbagai pekerjaan rumah besar tentang permasalahan Negara mengambil peran lain sebagai ketua umum partai Demokrat dan menambah beban pikirannya untuk kembali memenangkan partai demokrat pada pemilu 2014. Memangnya nasib baik dari bangsa ini ke depan hanya di tentukan dan harus berada di tangan partai demokrat sehingga seorang presiden harus kembali turun gunung untuk mengendalikan partai demokrat ?
Akhir kata, semoga kelak Bumi Pertiwi Indonesia memiliki pemimpin yang betul-betul bisa menanggalkan atribut partainya ketika telah menjadi presiden sehingga bisa fokus dalam memimpin Negara, bukan memperjuangkan kepentingan pribadi atau kelompoknya. Serta partai-partai politik bukan hanya mempertontonkan lakon-lakon yang haus akan kekuasaan tapi dapat betul-betul dewasa dalam berdemokrasi semata-mata untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat dan kebesaran bangsa Indonesia.




0 komentar to “SBY Ke Sulawesi Selatan, Presiden tapi bukan Presiden”

Posting Komentar