Oleh : AAzharM
Beberapa hari
ini Rakyat Sulsel kedatangan tamu istimewa, bukan hanya Makassar yang biasanya
menjadi tempat datangnya tamu istimewa. Tidak tanggung-tanggung beberapa
Kabupaten di Sulawesi Selatan kedatangan tamu istimewa tersebut. Siapakah dia ?
Yah orang nomor
1 di republik ini atau lebih tepatnya orang yang dianggap nomor 1 karena
Jabatan Strukturalnya Di Republik Indonesia. Bapak Presiden yang terhormat Dr.
H. Susilo Bambang Yudhoyono. Kunjungan SBY ke Sulsel menjadi kunjungan ke tujuh
(7) selama SBY menjabat sebagai presiden sejak tahun 2004. Inilah perjalanan darat presiden terjauh, 800
km di 12 daerah, mulai Maros, Pangkep, Barru, Parepare, Sidrap, Enrekang,
Toraja, Toraja Utara, Palopo, Luwu, Wajo dan terakhir Makassar
Berbagai jenis
sambutan pun didapatkan oleh Bapak SBY, mulai dari karangan bunga, karpet
merah, tarian tradisional sampai demonstrasi dari kalangan mahasiswa yang
menolak kedatangannya
Pemerintah
provinsi Sulawesi Selatan pun sampai menganggarkan dana milyaran untuk
kedatangan SBY. "Anggaran Rp15 miliar yang disebut untuk penyambutan
presiden merupakan dana tidak terduga untuk kejadian luar biasa seperti bencana
dan kejadian lainnya," kata Syahrul saat menggelar konferensi pers, Senin
(17/2). Dana yang cukup fantastis jikalau hanya dihabiskan untuk menyambut
kedatangan SBY, terutama jika kita ingin kembali melihat kondisi masyarakat
sampai ke lapisan terbawah.
Menarik untuk mengkaji
lebih jauh apa saja yang menjadi agenda kedatangan SBY selain yang tersurat
dalam catatan keprotokolerannya ke tanah Daeng di akhir-akhir masa jabatannya,
apakah ini sudah beliau rencanakan di awal masa kepemimpinannya atau apakah dia
datang murni sebagai kepala Negara atau dia datang karena ada agenda politik
terselubung guna menghadapi tahun politik di Republik Ini ? Asumsi awal ini
muncul karena sulitnya membedakan simbol politik SBY sebagai Presiden Republik
Indonesia atau sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Terlihat jelas dari maraknya
pengunaan simbol-simbol politik Partai Demokrat di jalan jalan protokol di
daerah-daerah yang akan dikunjunginya, ketimbang sosok SBY sebagai simbol Kepala
Negara sang pemersatu dan keutuhan bangsa Indonesia.
Kepala Negara sekaligus Ketua Parpol
Kepala Negara
adalah simbol pemersatu bangsa, milik seluruh rakyat. Semua ras, agama, dan golongan tanpa
membedakannya satu sama lain. Itulah sedikit tugas mulia yang dimiliki oleh seorang
Kepala Negara (Presiden) dan seyogianya kita aminkan bersama.
Tapi apalah arti
jikalau seorang Presiden di saat sama juga menduduki jabatan sebagai Ketua
Partai Politik. Meskipun untuk menduduki tampuk kursi kepresidenan harus
mempunyai kendaraan politik yang bernama Partai Politik akan tetapi menurut
hemat saya bahwa ketika seseorang sudah berhasil duduk sebagai seorang presiden
maka segala atribut kepartaiannya harus dia tanggalkan untuk fokus mengurus
Negara secara keseluruhan dengan berbagai permasalahannya yang begitu kompleks.
Bukan berarti seperti ungkapan kacang lupa kulitnya, setelah duduk menjadi
presiden lalu meninggalkan partainya. Akan tetapi Presiden adalah milik seluruh
rakyat Indonesia yang memiliki power lebih
dalam mempengaruhi masayarakat, jikalau atribut partai masih melekat padanya
bukan tidak mungkin di sela-sela kunjungan kenegaraan dapat dimanfaatkan untuk
mengangkat popularitas partainya yang seyogianya seorang presiden tidak boleh
memihak salah satu kelompok.
Mungkin hal ini
disadari oleh presiden kita, dengan tampilan yang sangat tenang ketika tampil
di publik tapi menutup telinga dengan semua kritikan. Masuk telinga kiri keluar
telinga kanan. Jikalau kekuasaan tidak menjadi primadona dalam bahteranya,
kenapa dia mesti kembali menjadi ketua umum Partai Politik ? Sungguh lakon yang
selalu menggelitik dari para actor-aktor pemerintahan masa kini yang selalu
menghadirkan tontonan akan jiwa-jiwa yang haus akan kekuasaan.
Elektabilitas Partai Demokrat yang kian merosot
Jikalau kalender
China mengatakan tahun ini adalah tahun Kuda, Kalender masehi menyebut tahun
ini tahun 2014, maka kalender Indonesia menyebut tahun ini adalah tahun
politik. Yah tahun ini ada agenda besar dalam pesta demokrasi di Indonesia,
Pemilihan umum legislative dan pemilihan Presiden. 12 partai politik peserta
pemilu 2014, sudah melancarkan strateginya untuk merebut simpati masyarakat.
Tak sedikit pula partai politik yang justru semakin mendapat antipati dari
masyarakat selaku konstituen. Salah satu tentunya adalah partai pemenang pemilu
2009 sekaligus partai pengusung SBY di Pemilihan Presiden 2009 yang
elektabilitasnya kian merosot menjelang pemilu 2014. Penyebab utama tentunya
adalah sejumlah elit/tokoh partai bergambar segitiga ini terjerat kasus korupsi
yang membuat kepercayaan masayarakat kian memudar.
Sejumlah
strategi pun dilakukan oleh partai demokrat untuk merebut kembali simpati
masyarakat, mulai dari melakukan konvensi calon presiden dan yang paling
menggemparkan adalah seorang presiden harus turun gunung untuk kembali
mengambil posisi ketua umum Partai demokrat dengan harapan penokohannya yang
sangat kuat di masa lalu dapat kembali mendongkrak elektabilitas Partai
demokrat menghadapi pemilu 2014. Itupun kemudian belum cukup untuk mengangkat
kembali elektabilitas partai demokrat berdasarkan hasil dari beberapa lembaga
survey, meskipun lembaga survey juga sarat akan kepentingan bahkan strategi
politik serta hasil pemilu baru diketahui setelah pelaksanaan pemilu tapi
setidaknya lembaga survey sudah menjadi alat mujarab dalam pesta demokrasi
untuk mengukur kekuatan sebelum bertarung .
Agenda Partai Demokrat di balik agenda Kepresidenan
Secara
kontekstual, kunjungan seorang presiden ke daerah adalah hal yang wajar dan
juga hak dari seorang kepala Negara untuk melihat dari dekat apa saja yang ada
dalam wilayah negaranya. Tapi jika dalam perjalanannya simbol SBY sebagai ketua
umum partai demokrat lebih besar ketimbang simbolnya sebagai seorang presiden,
itu patut dipertanyakan lebih dalam.
SBY yang sedari
awal sangat lekat dengan politik pencitraannya dalam panggung perpolitikan
Indonesia, tentu tahu benar bagaimana memanfaatkan posisi dalam memainkan alur
perpolitikan nasional. Kunjungannya Ke Sulawesi selatan yang di beri label
kunjungan kenegaraan akan tetapi sarat akan kepentingan politik guna
mendongkrak popularitas dan elektabilitas partai demokrat. Bukanlah sebuah
asumsi-asumsi liar, bahwa Sulawesi Selatan adalah corong perpolitikan nasional
di luar pulau jawa, dan merupakan gerbang bagi partai politik untuk menanamkan
pengaruhnya di Kawasan Indonesia Timur. Sehingga tidak mengherankan banyak petinggi
dari Partai Politik rajin mengunjungi Sulawesi Selatan, termasuk SBY selaku
ketua umum partai demokrat guna memperkuat hegemoni partainya di kawasan timur
Indonesia.
Sejumlah elit,
kader, serta calon legislator dari partai Demokrat Sulawesi selatan kemudian
mempersiapkan dengan matang agenda kedatangan SBY untuk agenda temu kader
Partai Demokrat dari seluruh Sulawesi serta Maluku yang di pusatkan di
Makassar. Tentunya temu kader ini merupakan agenda konsolidasi partai dan
pengarahan dari ketua umum untuk memenangkan pemilu 2014.
Memang sampai
saat ini tidak ada UU yang melarang seorang presiden menduduki jabatan dalam
partai politik, akan tetapi dan lagi-lagi menurut hemat saya bahwa tidak etis
kiranya seorang pemimpin Negara dengan berbagai pekerjaan rumah besar tentang
permasalahan Negara mengambil peran lain sebagai ketua umum partai Demokrat dan
menambah beban pikirannya untuk kembali memenangkan partai demokrat pada pemilu
2014. Memangnya nasib baik dari bangsa ini ke depan hanya di tentukan dan harus
berada di tangan partai demokrat sehingga seorang presiden harus kembali turun
gunung untuk mengendalikan partai demokrat ?
Akhir kata, semoga
kelak Bumi Pertiwi Indonesia memiliki pemimpin yang betul-betul bisa
menanggalkan atribut partainya ketika telah menjadi presiden sehingga bisa
fokus dalam memimpin Negara, bukan memperjuangkan kepentingan pribadi atau
kelompoknya. Serta partai-partai politik bukan hanya mempertontonkan
lakon-lakon yang haus akan kekuasaan tapi dapat betul-betul dewasa dalam berdemokrasi
semata-mata untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat dan kebesaran bangsa
Indonesia.